Al-Idrisi - Pencipta Peta Dunia

Abu Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau disingkatkan kepada Al-Idrisi atau dalam bahasa Latin, dikenali sebagai “Dreses” (1100 Masehi - 1165 Masehi atau 1166 Masehi).

Beliau merupakan pakar geografi, kartografi, mesirologi, dan pengembara yang tinggal di Sicily, tepatnya di istana Raja Roger II (Sultan Ar Rujari). 

Muhammad Al-Idrisi lahir di kota Afrika Utara, Ceuta (dulu dikenali dengan nama Sabtah - kerana itu disebut dengan Al Sabti) yang termasuk bahagian Empayar Murabitun dan wafat di Sicily

Al-Idrisi merupakan keturunan para penguasa Idrisiyyah (nama Al Idrisi merujuk pada kata ini) di Maghribi (Morroco).

Mereka juga merupakan keturunan Saidina Hassan bin Ali, anak kepada Saidina Ali RA dan cucu Nabi Muhammad SAW (nama Al Hasani menunjukan bahawa beliau keturunan Saidina Hassan bin Ali ).

Pendidikan Al-Idrisi diperoleh di Andalusia.

Tabula Rogeriana


Gambaran pengantar peta dunia karya Al-Idrisi tahun 1154 Masehi. Perhatikan ‘selatan’ berada di ‘atas’ peta.

Dibesarkan di Cetua, Al-Idrisi mula mengembara ke kawasan Sepanyol Islam, Portugal, Perancis, dan Inggeris serta Asia Kecil. Beliau mengunjungi Anatolia saat baru berusia 16 tahun kerana terjadinya konflik politik dan ketidakstabilan di Andalusia. Dia kemudian bersama orang-orang yang sezamannya menetap di Sicily, yang kemudian dijajah oleh bangsa Normandia yang dulunya taat setia kepada Kekhalifahan Fatimiyah

Menurut Ibnu Jubayr:-

“Bangsa Normandia bertoleransi dan melindungi keluarga-keluarga Arab dalam pertukaran ilmu pengetahuan.”

Al-Idrisi menggabungkan pengetahuan dari Afrika, Lautan Hindia dan Timur Jauh yang dikumpulkan para penjelajah dan pedagang Islam dalam bentuk peta Islam. Dan juga dari maklumat yang dibawa oleh pelayar-pelayar Normandia untuk membuat peta paling tepat di dunia di masa pra-moden, yang diletakkan sebagai ilustrasi Kitab Nuzhat al-Mushtaq miliknya atau dalam bahasa Latin dikenali sebagai “Opus Geographicum” diterjemahkan menjadi “Hiburan untuk Manusia yang Rindu Mengembara ke Tempat-Tempat Jauh”.

Pada tahun 1138 Masehi, Al-Idrisi diundang oleh Raja Roger II ke istananya di Palermo (dulu dikenal dengan nama Bal’harm) dan ada yang mengatakan bahawa beliau baru menetap disana pada 1145 Masehi. Dan di istana inilah Al-Idrisi melakar Peta Tabula Rogeriana.

Peta tersebut, dengan legenda berbahasa Arab, menampilkan daratan Eurasia secara keseluruhan dan sebahagian kecil bahagian utara benua Afrika dengan sedikit perinciannya pada Tanduk Afrika dan Asia Tenggara

Peta tersebut diselesaikan oleh Al-Idrisi pada Januari 1154 Masehi. Untuk Raja Roger, peta tersebut diukir dalam piringan besar dari perak padat yang berdiameter dua meter.

Sebagai tambahan, Al-Idrisi juga merupakan ahli farmakologi dan seorang doktor.

Mengenai karya geografi Al-Idrisi, S. P. Scott menulis:

“Kompilasi Al-Idrisi menandakan sebuah era dalam sejarah pengetahuan. Tidak hanya itu, maklumat sejarah karya-karyanya sangat menarik dan berharga, namun keterangan-keterangan karyanya terhadap banyak tempat di bumi masih digunapakai. 

Selama tiga abad para pakar geografi menyalin petanya tanpa perubahan. Posisi relatif danau yang membentuk sungai Nil, seperti yang digambarkan dalam karyanya, tidak banyak berbeza dari yang dibuat Baker dan Stanley lebih dari tujuh ratus tahun kemudian, begitu pula bilangannya sama. 

Kegeniusan mekanisma penulis tidak lebih rendah dari pengetahuannya. Planisfer angkasa dan bumi dari perak yang dibuatnya untuk raja pelindungnya hampir enam kaki diameternya dan beratnya empat ratus lima puluh paun; di satu sisi diukir zodiak dan kumpulan bintang, sementara di sisi lain dijadikan segmen-segmen daratan dan perairan, dengan situasi masing-masing dari berbagai negeri.”

Peta Tabula Rogeriana

Al-Idrisi menginspirasi pakar geografi Islam lainnya seperti Ibnu Battutah, Ibnu Khaldun, Piri Reis dan Barbary Corsairs.

Petanya juga menginspirasi Christopher Columbus dan Vasco Da Gama.

Nuzhatul Mushtaq

Karya teks geografi Al-Idrisi, Nuzhatul Mushtaq, sering dirujuk oleh para pendukung teori hubungan Andalusia-Amerika pra-Columbus. 

Dalam teks ini, Al-Idrisi menulis mengenai Lautan Atlantik:-

“Komandan umat Muslim Ali bin Yusuf bin Tashfin mengirim laksamananya Ahmad bin Umar, yang baik dikenal dengan nama Raqsh al-Auzz untuk mengeksplorasi suatu pulau di Atlantik (Benua Amerika), namun dia wafat.

Di balik lautan kabut ini, tidak diketahui apa yang ada disana. Tak seorangpun memiliki pengetahuan yang pasti mengenainya kerana betapa sukar untuk melintasinya. Udaranya berkabut, gelombangnya begitu kuat, dan bahaya yang mengancam sangat besar, makhluk-makhluknya sangat mengerikan, dan sering terjadi badai. 

Disana terdapat banyak pulau, sebahagian di antaranya tidak berpenghuni, sementara lainnya terbenam. Tak seorang pencari arah pun melewatinya kecuali mengelilingi pantai-pantainya. Dan dari kota Lisbon, para peneroka berangkat dengan nama yang dikenal sebagai Mugharrarin [yang terbujuk], menembus lautan kabut dan ingin mengetahui apa yang ada disana dan dimana berakhirnya. 

Setelah berlayar selama dua belas hari lebih mereka sampai ke sebuah pulau untuk dihuni, dan membuat kebun-kebun. Mereka terus berlayar untuk mengetahui apa yang ada di sana. Namun kemudian penduduk asli mengepung dan menawan mereka, dan membawa mereka ke perkampungan suram di pantai. 

Di sana mereka mendarat. Sang pencari arah melihat orang-orang berkulit merah (Orang Red Indian); tidak banyak rambut di tubuh mereka, rambut di kepala mereka lurus, dan mereka bertubuh tinggi. Wanita-wanita mereka memiliki kecantikan luar biasa.”

Terjemahan oleh Dr. Professor Muhammad Hamidullah masih diperbahaskan kerana tertulis, setelah mencapai wilayah “perairan yang lembab dan berbau”, Mugharrarin (juga diterjemahkan “para peneroka”) kemudian berundur dan menjadi oang pertama mencapai pulau tak berpenghuni di mana mereka menemukan “sejumlah besar binatang yang dagingnya pahit dan tidak dapat dimakan”.

Kemudian “melanjutkan ke selatan” dan mencapai yang disebutkan tadi di mana mereka dikelilingi para orang asli dan dibawa ke “kampung yang penghuninya berambut panjang dan kemerahan dan wanitanya memiliki kecantikan yang unik”. 

Di antara penduduk kampung, salah satunya berbicara dengan bahasa Arab dan menanyai asal-usul mereka.

Kemudian ketua kampung memerintahkan untuk membawa mereka ke benua dimana mereka disambut baik oleh bangsa Berber. (Bukti bahwa dizaman tersebut Muslim Berber – Morocco sudah menetap di Benua Amerika).